Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

ASKEP DIABETES MELLITUS

Written By info download on 31.12.08 | 11:40 AM

 
A. Pengertian

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).

Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

B. Klasifikasi

Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :

  1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
  2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
  3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
  4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
C. Etiologi
  1. Diabetes tipe I:

a. Faktor genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.

b. Faktor-faktor imunologi

Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.

c. Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.

  1. Diabetes Tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Faktor-faktor resiko :

a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)

b. Obesitas

c. Riwayat keluarga

D. Patofisiologi/Pathways

E. Tanda dan Gejala

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :

1. Katarak

2. Glaukoma

3. Retinopati

4. Gatal seluruh badan

5. Pruritus Vulvae

6. Infeksi bakteri kulit

7. Infeksi jamur di kulit

8. Dermatopati

9. Neuropati perifer

10. Neuropati viseral

11. Amiotropi

12. Ulkus Neurotropik

13. Penyakit ginjal

14. Penyakit pembuluh darah perifer

15. Penyakit koroner

16. Penyakit pembuluh darah otak

17. Hipertensi

Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.

Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.

Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.

F. Pemeriksaan Penunjang

  1. Glukosa darah sewaktu
  2. Kadar glukosa darah puasa
  3. Tes toleransi glukosa

Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)

 

Bukan DM

Belum pasti DM

DM

Kadar glukosa darah sewaktu

-         Plasma vena

-         Darah kapiler

Kadar glukosa darah puasa

-         Plasma vena

-         Darah kapiler

 

 

< 100

<80

 

 

<110

<90

 

 

100-200

80-200

 

 

110-120

90-110

 

 

>200

>200

 

 

>126

>110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :

1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

G. Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.

Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :

1. Diet

2. Latihan

3. Pemantauan

4. Terapi (jika diperlukan)

5. Pendidikan

H. Pengkajian

§ Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?

§ Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya

Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.

§ Aktivitas/ Istirahat :

Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

§ Sirkulasi

Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah

§ Integritas Ego

Stress, ansietas

§ Eliminasi

Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare

§ Makanan / Cairan

Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.

§ Neurosensori

Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.

§ Nyeri / Kenyamanan

Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)

§ Pernapasan

Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)

§ Keamanan

Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

I. Masalah Keperawatan
  1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
  2. Kekurangan volume cairan
  3. Gangguan integritas kulit
  4. Resiko terjadi injury
J. Intervensi
  1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.

Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi

Kriteria Hasil :

§ Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat

§ Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya

Intervensi :

§ Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.

§ Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.

§ Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.

§ Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.

§ Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.

§ Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.

§ Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.

§ Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.

§ Kolaborasi dengan ahli diet.

  1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.

Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi

Kriteria Hasil :

Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Intervensi :

§ Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik

§ Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul

§ Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas

§ Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa

§ Pantau masukan dan pengeluaran

§ Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung

§ Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.

§ Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur

§ Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

  1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer).

Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.

Kriteria Hasil :

Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi

Intervensi :

§ Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.

§ Kaji tanda vital

§ Kaji adanya nyeri

§ Lakukan perawatan luka

§ Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.

§ Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

  1. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan

Tujuan : pasien tidak mengalami injury

Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury

Intervensi :

§ Hindarkan lantai yang licin.

§ Gunakan bed yang rendah.

§ Orientasikan klien dengan ruangan.

§ Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari

§ Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi


DAFTAR PUSTAKA

Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002

11:40 AM | 0 comments

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA : DEPRESI

LAPORAN PENDAHULUAN

I. MASALAH UTAMA

Gangguan alam perasaan: depresi.

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa dan tidak bahagia, serta komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun.

Depresi disebabkan oleh banyak faktor antara lain : faktor heriditer dan genetik, faktor konstitusi, faktor kepribadian pramorbid, faktor fisik, faktor psikobiologi, faktor neurologik, faktor biokimia dalam tubuh, faktor keseimbangan elektrolit dan sebagai­nya.

Depresi biasanya dicetuskan oleh trauma fisik seperti penyakit infeksi, pembedah­an, kecelakaan, persalinan dan sebagainya, serta faktor psikik seperti kehilangan kasih sayang atau harga diri dan akibat kerja keras.

Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan yang bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas dan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.

III. A. POHON MASALAH

clip_image001AKIBAT

clip_image001[4]

clip_image003 PENYEBAB

  1. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

1. Gangguan alam perasaan: depresi

a. Data subyektif:

Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.Sering mengemukakan keluhan somatik. Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri.

b. Data obyektif:

Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk dengan sikap yang merosot, ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan lang­kah yang diseret.Kadang‑kadang dapat terjadi stupor. Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering me­nangis.Proses berpikir terlambat, seolah‑olah pikirannya kosong, konsentrasi tergang­gu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya khayal Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi.Kadang‑kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu.

2. Koping maladaptif

a. DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.

b. DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi.

2. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

a. Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri.

b. Tujuan khusus

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

Tindakan:

1.1. Perkenalkan diri dengan klien

1.2. Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap empati

1.3. Dengarkan pemyataan pasien dengan sikap sabar empati dan lebih banyak memakai bahasa non verbal. Misalnya: memberikan sentuhan, anggukan.

1.4. Perhatikan pembicaraan pasien serta beri respons sesuai dengan keinginannya

1.5. Bicara dengan nada suara yang rendah, jelas, singkat, sederhana dan mudah dimengerti

1.6. Terima pasien apa adanya tanpa membandingkan dengan orang lain.

2. Klien dapat menggunakan koping adaptif

2.1. Beri dorongan untuk mengungkapkan perasaannya dan mengatakan bahwa perawat memahami apa yang dirasakan pasien.

2.2. Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi perasaan sedih/menyakitkan

2.3. Diskusikan dengan pasien manfaat dari koping yang biasa digunakan

2.4. Bersama pasien mencari berbagai alternatif koping.

2.5. Beri dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang paling tepat dan dapat diterima

2.6. Beri dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah dipilih

2.7. Anjurkan pasien untuk mencoba alternatif lain dalam menyelesaikan masalah.

3. Klien terlindung dari perilaku mencederai diri

Tindakan:

3.1. Pantau dengan seksama resiko bunuh diri/melukai diri sendiri.

3.2. Jauhkan dan simpan alat‑alat yang dapat digunakan olch pasien untuk mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan terkunci.

3.3. Jauhkan bahan alat yang membahayakan pasien.

3.4. Awasi dan tempatkan pasien di ruang yang mudah dipantau oleh peramat/petugas.

4. Klien dapat meningkatkan harga diri

Tindakan:

4.1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.

4.2. Kaji dan kerahkan sumber‑sumber internal individu.

4.3. Bantu mengidentifikasi sumber‑sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal‑hal untuk diselesaikan).

5. Klien dapat menggunakan dukungan sosial

Tindakan:

5.1. Kaji dan manfaatkan sumber‑sumber ekstemal individu (orang‑orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).

5.2. Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).

5.3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).

6. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

Tindakan:

6.1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).

6.2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).

6.3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.

6.4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.

11:25 AM | 0 comments

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA : DEPRESI

LAPORAN PENDAHULUAN

I. MASALAH UTAMA

Gangguan alam perasaan: depresi.

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa dan tidak bahagia, serta komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun.

Depresi disebabkan oleh banyak faktor antara lain : faktor heriditer dan genetik, faktor konstitusi, faktor kepribadian pramorbid, faktor fisik, faktor psikobiologi, faktor neurologik, faktor biokimia dalam tubuh, faktor keseimbangan elektrolit dan sebagai­nya.

Depresi biasanya dicetuskan oleh trauma fisik seperti penyakit infeksi, pembedah­an, kecelakaan, persalinan dan sebagainya, serta faktor psikik seperti kehilangan kasih sayang atau harga diri dan akibat kerja keras.

Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan yang bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas dan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.

III. A. POHON MASALAH

clip_image001AKIBAT

clip_image001[4]

clip_image003 PENYEBAB

  1. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

1. Gangguan alam perasaan: depresi

a. Data subyektif:

Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.Sering mengemukakan keluhan somatik. Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri.

b. Data obyektif:

Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk dengan sikap yang merosot, ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan lang­kah yang diseret.Kadang‑kadang dapat terjadi stupor. Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering me­nangis.Proses berpikir terlambat, seolah‑olah pikirannya kosong, konsentrasi tergang­gu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya khayal Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi.Kadang‑kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu.

2. Koping maladaptif

a. DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.

b. DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi.

2. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

a. Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri.

b. Tujuan khusus

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

Tindakan:

1.1. Perkenalkan diri dengan klien

1.2. Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap empati

1.3. Dengarkan pemyataan pasien dengan sikap sabar empati dan lebih banyak memakai bahasa non verbal. Misalnya: memberikan sentuhan, anggukan.

1.4. Perhatikan pembicaraan pasien serta beri respons sesuai dengan keinginannya

1.5. Bicara dengan nada suara yang rendah, jelas, singkat, sederhana dan mudah dimengerti

1.6. Terima pasien apa adanya tanpa membandingkan dengan orang lain.

2. Klien dapat menggunakan koping adaptif

2.1. Beri dorongan untuk mengungkapkan perasaannya dan mengatakan bahwa perawat memahami apa yang dirasakan pasien.

2.2. Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi perasaan sedih/menyakitkan

2.3. Diskusikan dengan pasien manfaat dari koping yang biasa digunakan

2.4. Bersama pasien mencari berbagai alternatif koping.

2.5. Beri dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang paling tepat dan dapat diterima

2.6. Beri dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah dipilih

2.7. Anjurkan pasien untuk mencoba alternatif lain dalam menyelesaikan masalah.

3. Klien terlindung dari perilaku mencederai diri

Tindakan:

3.1. Pantau dengan seksama resiko bunuh diri/melukai diri sendiri.

3.2. Jauhkan dan simpan alat‑alat yang dapat digunakan olch pasien untuk mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan terkunci.

3.3. Jauhkan bahan alat yang membahayakan pasien.

3.4. Awasi dan tempatkan pasien di ruang yang mudah dipantau oleh peramat/petugas.

4. Klien dapat meningkatkan harga diri

Tindakan:

4.1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.

4.2. Kaji dan kerahkan sumber‑sumber internal individu.

4.3. Bantu mengidentifikasi sumber‑sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal‑hal untuk diselesaikan).

5. Klien dapat menggunakan dukungan sosial

Tindakan:

5.1. Kaji dan manfaatkan sumber‑sumber ekstemal individu (orang‑orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).

5.2. Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).

5.3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).

6. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

Tindakan:

6.1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).

6.2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).

6.3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.

6.4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.

11:25 AM | 0 comments

Download Askep Format PDF

Tambahan Duit

Download Askep Format MS. Word